Langsung ke konten utama

Rumah Makan Bertajuk Pedesaan


Image by Azka Nurul Kamilah
Foto: Azka Nurul Kamilah

Pintu masuk Gubug Makan Mang Engking. Suasa hijau dari tumbuhan dipadu dengan bangunan gubug yang tebuat dari bambu-bambu, menambah kesan asri di restoran ini. 
Bagi Anda khususnya yang tinggal di daerah perkotaan. Tak usah jauh-jauh pulang kampung jika Anda rindu bersantap makanan sambil menikmati suasana khas alam pedesaan.  Gubug Makan Mang Engking, menyediakan konsep restoran bertajuk alam pedesaan. Tersaji pula hidangan utama masakan dengan citarasa khas nusantara.

Deni Ramdhani adalah seorang manajer restoran asal Sunda. Ia berhasil mengembangkan  cabang bisnis waralaba restoran Gubug Makan Mang Engking. Arsitektur gubug makan ini, terkenal dengan konsep restoran yang bertajuk alam pedesaan. 
Image by Azka Nurul Kamilah
Foto: Azka Nurul Kamilah

Deni Ramdhani, restourant manajer cabang Gubung Makan Mang Engking di The Breeze, Bumi Serpong Damai (BSD).

Brand  Mang Engking, sudah memiliki  17 cabang yang tersebar di wilayah Indonesia. Ada  tiga cabang baru restoran yang menggunakan sistem waralaba. Cabang baru tersebut terletak di Kebumen, Sumatera, dan Tangerang.

Nama Brand  Mang Engking ini, berasal dari pendirinya yang bernama Engking. Sementara, kata mang adalah sapaan atau panggilan dalam bahasa Sunda. Memiliki arti om, paman, atau orang yang lebih tua.

Sekilas Deni menceritakan perjuangan Mang Engking memulai bisnis restoran. Mang Engking berasal dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia adalah seorang petambak udang, ikan air tawar, gurame, dan ikan mas. 

20 tahun yang lalu, Mang Engking sering memasok hasil tambak ikan ke Bali. Saat permintaan semakin banyak, terjadi tragedi Bom Bali. Permintaan pun menurun, dan ia mulai memasok ke daerah lain. 

Setelah tragedi tersebut, Yogyakarta menjadi tempat ia memasok udang. Namun, ia kembali diminta memasok udang ke Bali. Akhirnya ia memasok udang di dua tempat. Duka kembali datang, saat tragedi Bom Bali terjadi lagi.

Ia sempat pesimis namun tetap berusaha, dan memutuskan untuk berhenti memasok udang ke Bali. Yogyakarta menjadi fokus utama untuk mengembangkan bisnisnya. Jiwa tangguhnya membuat ia tidak mudah menyerah. Baginya, kejadian tersebut cukup dijadikan pengalaman. Untuk pelajaran agar usahanya lebih berkembang.

Pada tahun 1993, ia pindah ke Yogyakarta. Di sana, ia mendirikan satu gubug makan beserta tempat pemancingan ikan dan penambakan udang. Yogyakarta menjadi titik awal kesuksesannya. Di sini ia menemukan banyak relasi bisnis yang berpengalaman.

Puncaknya adalah saat ia bertemu dengan turis dari Jerman. Seorang turis yang sangat tertarik dengan konsep gubuk makan miliknya. Akhirnya mereka berdiskusi untuk menciptakan bisnis restoran yang unik dan diminati. 

Mereka sepakat untuk mendirikan restoran dengan memadukan konsep tradisional dan modern. Berdirilah,  Gubug Makan Mang Engking. Di mana Gubug-gubug yang dibangun di atas air, menjadi ciri khas. Sampai saat ini konsep restoran di sini banyak diminati pengunjung.

Deni membuka cabang restoran di daerah Tangerang Selatan. Tepatnya di The Breeze, Bumi Serpong Damai (BSD). Terkenal sebagai tempat pusat gaya hidup modern yang menyediakan konsep mal tanpa dinding. 

Menurutnya, tempat ini sangat strategis. Orang-orang dari perkotaan seperti Jakarta, mencari restoran bertema alam pedesaan. Mereka rela menempuh jarak jauh untuk datang ke sini. Suasana Gubug makan di sini, dapat melepas penat dari hiruk pikuk dunia perkotaan.

Suasana khas Sunda menyulap restoran ini layaknya desa nan asri. Denting musik tradisional asal Sunda berpadu gemericik air menciptakan harmoni yang indah, membuai pendengarnya.

Gubug-gubug dari bambu beratapkan alang-alang berjejer rapih di atas kolam ikan. Deni menjelaskan, bambu yang digunakan adalah bambu khusus. Teksturnya akan sangat kuat hingga beberapa tahun. 

Alang-alangnya pun didatangkan langsung dari Bali. Konsep tradisional dan modern sengaja dipadukan untuk menambahkan kesan elegant.
Image by Azka Nurul Kamilah
Foto: Azka Nurul Kamilah
Gubug-gubug yang beratapkan alang-alang. Di sini terdapat beberapa gubug yaitu Gubug Utama, Gubug Bulat, Gubug Lesehan, dan Gubug Darat.


Suasana alam pedesaan khas Sunda adalah tema yang akan selalu diusung di restoran ini. Gubug-gubug atau lesehan dengan menggunakan bahan bambu dan beratapkan alang-alang merupakan ciri dari restoran asal Sunda.  


Pengunjung dapat memilih untuk makan di gubug yang mereka sukai. Ada Gubug Utama, Gubug Bulat, Gubug Lesehan, dan Gubug Darat. Ukuran gubug berbeda-beda, sesuai kapasitas yang ditentukan. Jika hanya datang berdua, Gubug Air sudah cukup untuk ditempati.

Pengunjung terbanyak berasal dari perkotaan. Mereka sengaja menempuh perjalanan jauh ke gubug ini. Rindu menyantap makanan sambil menikmati alam pedesaan. Pengunjung dapat menyantapnya  sembari duduk lesehan.

Restoran ini berhasil melepas kerinduan mereka. Terlebih  menu yang disediakan adalah masakan nusantara, khususnya masakan Sunda. Gurame bumbu cobek, udang bakar madu, dan sambal terasi dadak. Menu tersebut menjadi andalan yang banyak diminati pengunjung.

Hidangan ikan gurame dengan sambal cobek akan terasa lezat jika disantap dengan nasi hangat. Perpaduan rasa pedas dan segar akan terasa pas di mulut.

Peracikan bumbu kencur dan perasan air jeruk limau yang diulek di dalam cobek merupakan rahasia kelezatan sajian ini. pengunjung yang menyukai makanan pedas, akan dibuat ketagihan.
image by azka nurul kamilah
Foto: Azka Nurul Kamilah
Gurame bumbu cobek, salah satu makanan khas nusantara yang dihidangkan di restoran ini.


Dari pengalaman Deni, masakan nusantara digemari  pribumi maupun turis asing. Mereka ketagihan dan selalu menyempatkan untuk makan di sini. Uniknya, pengunjung disediakan kolam yang di dalamnya terdapat ikan-ikan gurame. Sambil menunggu hidangan, pengunjung bisa mengisi waktu dengan aktivitas memancing.

Bagi pengunjung yang membawa keluarganya terutama anak-anak. Disediakan fasilitas taman bermain yang cukup luas. Setiap akhir pekan, taman ini ramai dipenuhi oleh anak-anak. Mereka bermainan ayunan dan perosotan sambil tertawa lepas. 


image by azka nurul kamilah
Foto: Azka Nurul Kamilah
Pengunjung yang membawa keluarganya tengah bermain di tempat yang telah disediakan.

Seringkali, orang tua mereka hanya melihat anak-anaknya bermain dari kejauhan. Mereka tersenyum bahagia dan membiarkan anaknya berinteraksi dengan teman-temanya.

Jangan risau jika rindu dengan suasana alam pedesaan. Gubug Makan Mang Engking, selalu dapat dikunjungi kapan saja. Citarasa masakan nusantara dengan suasana alam pedesaan, akan tetap menjadi ciri khas. Raut wajah Deni memancarkan harapan. Ia percaya bisnis restorannya akan terus berkembang hingga nanti. 


Tulisan ini dibuat oleh Azka Nurul Kamilah, seorang mahasiswa semester 5. Ia mengambil jurusan Ilmu Komunikasi dengan peminatan Broadcasting. Tulisan ini sengaja dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari matakuliah Penulisan Kreatif atau Creative Writing.

Komentar

Posting Komentar

Silahkan tuliskan saran dan kritik yang membangun

Postingan populer dari blog ini

About Me

Assalamu'alaikum Wr. Wb, Terima kasih sudah berkunjung ke blog azqiiya. Perkenalkan nama saya Azka Nurul Kamilah biasa dipanggil Aska. Saya full mom yang sedang menikmati peran sebagai seorang istri sekaligus seorang ibu dari satu orang anak lelaki. Blog ini dibuat sebagai sarana penyaluran hobi menulis yang akan mulai saya tekuni hingga menjadi blogger terbaik di Indonesia. Saya akan membagikan pengalaman mengenai ulasan produk, parenting, dan gaya hidup yang Insya Allah bermanfaat untuk dibaca. Terima kasih sudah meluangkan waktu membaca profil singkat ini. Semoga semua konten yang disajikan dapat menginspirasi dan bermanfaat.  Kritik dan saran juga pertanyaan tentang blog ini, bisa langsung mengirimkan email ke: nurulkamilahazka@gmail.com   Salam     

BUMI MANUSIA

Judul: Bumi Manusia Penulis: Pramoedya Ananta Toer Penerbit: Lentera Dipantara Cetakan: 14, Juni 2009 Tebal: 535 halaman ISBN: 979-97312-3-2   “Suatu bangsa yang telah mempertaruhkan jiwa-raga dan harta benda untuk segumpal pengertian abstrak bernama kehormatan” Generasi muda masa ini banyak sekali yang awam atau tidak mengenali karya-karya sastra contohnya novel klasik yang telah ditulis oleh seorang sastrawan lama. Padahal, banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh oleh mereka apabila mengetahui dan membaca novel klasik tersebut. Contoh manfaatnya adalah bertambahnya wawasan kita mengenai potret sejarah bangsa pada masa penjajahan dan kebangkitan nasional. Salah satu novel klasik yang mengangkat realitas gambaran sejarah pada masa kebangkitan nasional adalah novel Bumi Manusia karya Pramudya Ananta Toer. Secara etimologis, istilah kata bumi adalah eorthe berasal dari kosakata Inggris Kuno (Old English-Anglo Saxon). Eorthe merupakan kata serapan dari bahasa